23 Maret 2014
Yang Atlas tahu selama ini, keluarganya adalah keluarga yang harmonis. Keluarga yang kerap kali menimbulkan rasa iri pada keluarga lainnya. Papi dan mami Atlas yang sangat mencintai satu sama lain, pun dengan kedua anaknya. Atlas sendiri terdiri memiliki seorang kakak perempuan yang hanya berbeda satu tahun di atasnya. Baik papi mami maupun Atlas dan Cia, sang kakak, semuanya saling mencintai satu dengan lainnya. Canda tawa tak pernah luntur dari keempatnya. Definisi dari keluarga bahagia, bukan? Atlas maupun Cia tidak pernah tahu, bahwasannya itu semua hanyalah topeng yang dipakai oleh mami dan papinya.
23 Maret 2014
Hari yang akan Atlas maupun Cia kenang sampai akhir hayat. Hari penuh sesak dimana Atlas yang kala itu masih menduduki bangku kelas 2 SMP dan Cia kelas 3 SMP, harus dikejutkan dengan berita perceraian kedua orang tua mereka.
Atlas terpaku ketika sederetan pesan masuk ke ponselnya. Kala itu Atlas tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ingin rasanya marah, namun bingung harus marah pada siapa. Ingin rasanya menangis, namun terlalu terkejut hingga rasanya air mata pun tidak dapat lagi menetes. Atlas hilang fokus, dunia Atlas hancur saat itu juga. Hari yang akan selalu Atlas peringati sebagai hari paling menyesakkan sepanjang perjalanan hidupnya.
Atlas tidak pernah tahu mengenai masalah papi maminya. Keduanya menyembunyinan luka dengan begitu rapat. Atlas juga tidak pernah mengerti akan hal apa yang membuat keduanya berakhir berpisah. Tidakkah mereka memikirkan bagaimana perasaan Atlas dan juga Cia? Tidakkah mereka setidaknya mengkomunikasikan permasahan mereka? Sehingga— baik Atlas maupun Cia tidak terlalu terkejut seperti sekarang ini.
Atlas bingung. Atlas gundah. Ia berlari dari tempat less pianonya tanpa berpamitan dengan sang guru. Tungkainya melangkah dengan cepat, entah kemana, Atlas tidak tahu. Yang Atlas tahu ia harus bersembunyi dari semua orang.
Tungkainya melangkah menuju sebuah danau yang luas. Danau tempat dimana keluarga kecilnya acap kali berpiknik di akhir pekan. Momen yang selanjutnya hanya akan menjadi kenangan belaka. Sekelebat memori-memori mengenai dirinya dan sang kakak beserta mami papi muncul begitu saja. Tubuhnya kini bergetar hebat, tangisan pilu keluar dari belah bibirnya begitu saja. Dunia Atlas hancur tak bersisa. Atlas bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk dapat kembali melanjutkan hidupnya.
Jauh dalam lubuk hatinya yang terdalam, Atlas berharap ini hanya mimpi belaka. Atlas berharap semua yang ada hanyalah bagian dari mimpi buruknya. Dan ketika bangun— Atlas dapat kembali rasakan usapan penuh kasih dari sang papi, juga omelan dari sang mami yang mengomelinya karena bangun kesiangan, tak lupa ledekan menyebalkan gadis manis yang tak lain adalah kakaknya sendiri— Cia.
Namun itu hanya sebuah harapan semu. Nyatanya Atlas harus tetap menerima bahwa keluarganya tidak lagi utuh. Dirinya seperti berada dalam mimpi buruk sepanjang hidupnya.
Atlas dan segala lukanya, hanya memiliki satu tempat untuk bersandar.
Gentala Angkasaputra.