Akbel dan Gabriel
tw // fight, blood, rape, 🔞.
Hari ini mentari bersinar begitu terik, cuaca terasa sangat bersahabat seakan mendukung dua insan yang memiliki rencana untuk menghabiskan waktu berdua. Di dalam sebuah bilik di gedung Apartment tampak seonggok pria tengah mempersiapkan dirinya. Ia tampak memilah pakaian apa yang paling cocok ia kenakan untuk pergi hari ini. Netranya jatuh pada leather jaket beserta kaos berwarna putih polos serta suit pants membalut kakinya. Gabriel menatap pantulan dirinya di kaca, seakan puas akan busananya hari ini. Ia menyemprotkan parfum miliknya ke tubuhnya, lalu setelahnya ia tersenyum puas akan penampilannya yang menurutnya sudah sangat sempurna kini.
“Dah ganteng, waktunya jemput si cantik Akbel.” Ucapnya dengan senyum mengembang.
Gabriel melangkahkan kakinya menuju tempat dimana mobilnya diparkirkan. Ia menaiki mobilnya dan melajukan mobil tersebut membelah kota. Lalu lintas cukup padat, membuat perjalanan Gabriel harus memakan waktu lebih lama dari biasanya. Hal ini tidak menurunkan moodnya. Ia sangat bersemangat hari ini.
Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, berkisar 30 menit. Akhirnya mobil Gabriel terparkir dengan sempurna di depan rumah sang kekasih, Arsena. Ia bergegas turun dari mobilnya dan memasuki rumah yang cukup mewah milik sang kekasih. Ia langkahkan kakinya dengan senyum mengembang, diketuknya pintu rumah bercat cokelat tua tersebut.
Tok tok tok
Seorang pria tampak membuka pintu rumah tersebut. Gabriel hapal benar dengan pria dihadapannya, dibawanya Gabriel ke dalam dekapannya lalu dikecupnya pucuk kepala Gabriel singkat.
“Akbelnya belum siap. Yuk masuk dulu.” Ucapnya lembut yang diangguki Gabriel dengan pelan. Ia pun mengekori pria tersebut ke dalam rumah minimalis tersebut.
“KAK GAB TUNGGU YA AKU BELOM SIAP DIKIT LAGI.” Teriak seorang gadis dari lantai dua.
“Iyaa santai aja Akbel. Dandan yang cantik ya!” Kali ini Gabriel sedikit berteriak agar Akbel dapat mendengar suaranya.
“Ini rumah perasaan bukan hutan deh.” Seseorang tampak menginterupsi aksi Akbel dan Gabriel itu.
“Berisik dah lu.” Sungut Gabriel kesal. Arsena hanya terkekeh melihat wajah kesal sang kekasih.
“Eh lu belum berangkat emang? Kan bukannya ngisi seminar?”
“Iya ini mau berangkat kok. Yaudah lu hati-hati nanti ya. Have fun kalian berdua. Gua duluan. Nanti gausah pamit bunda, soalnya bunda sama ayah lagi pergi jalan tadi berdua.” Gabriel yang mengerti pun menganggukkan kepalanya. Setelahnya Arsena bergegas keluar rumah dan menaiki motornya menuju tempat dimana seminar akan dilangsungkan.
Tak lama berselang Akbel turun dengan sedikit tergesa. Kali ini Akbel mengenakan baju crop top tak berlengan berwarna tosca beserta celana panjang berwarna senada yang membalut kaki jenjangnya. Rambutnya digerai dengan sempurna dengan makeup tipis menambahkan kesan menawan pada gadis delapan belas tahun itu. Gabriel tersenyum melihat penampilan adik kekasihnya itu.
As usual, she's always perfect.
“Kak, yuk!” Akbel bergegas berjalan keluar diikuti oleh Gabriel di belakangnya.
Setelah Akbel selesai mengunci rumahnya, ia bergegas duduk di bangku penumpang tepat di sebelah Gabriel.
“Udah siap? Pake seatbelt-nya, biar kakak jalanin mobilnya.” Akbel menurut dan bergegas memasang seatbelts nya.
Selama perjalanan, suasana mobil tidak pernah hening. Keduanya melontarkan candaan serta tawa dari kedua belah bibir keduanya. Jalanan kota yang macet tak membuat keduanya bosan, keduanya menikmati waktu yang ada berdua.
Setelah memakan waktu sekitar 45 menit, mobil Gabriel telah terparkir sempurna di salah satu Mall di pusat kota. Akbel dan Gabriel bergegas turun dan berjalan santai menuju mall tersebut. Agenda Akbel dan Gabriel hari ini adalah membeli beberapa peralatan gambar untuk Akbel serta buku novel yang telah Akbel incar sejak lama. Gabriel tidak mengeluh sama sekali saat Akbel memilih buku-buku sedikit lama. Gabriel ikut memberikan pendapat saat Akbel bertanya padanya. Setelah selesai dengan semua urusannya, Akbel dan Gabriel memutuskan untuk mengisi perut mereka. Pasalnya mereka telah memutari mall kurang lebih tiga jam. Sekarang keduanya membutuhkan sedikit tenaga tambahan untuk melanjutkan acara mereka hari ini.
“Kamu mau makan apa?” Akbel tampak menimbang-nimbang mengenai apa yang hendak keduanya makan.
“Bebas deh. Kak Gab emang mau makan apa? Aku ikut aja.” Gabriel berfikir sejenak.
“Steak gimana?” Akbel pun menyetujuinya. Keduanya berjalan menuju salah satu kedai steak di Mall tersebut.
Setelah memesan makanan serta minuman yang hendak dimakan, Gabriel membuka ponselnya berniat memberikan kabar pada kekasihnya walau ia tahu pesannya tidak akan dibalas karena sang kekasih tengah mengisi seminar. Namun Gabriel tetap mengirimi pesan serta memberikan semangat pada sang kekasih.
Tanpa Gabriel sadari, tepat di belakang mereka terdapat sekumpulan pria berumur sekitar 20an. Mereka tampak menatap Akbel dengan tatapan lapar. Mereka saling menyikut satu sama lain. Netra sekumpulan pria tersebut berfokus pada pinggang mulus Akbel yang terekspos karena kini ia tengah mengenakan baju crop top. Hal itu tentu saja disadari oleh Akbel. Ia bergerak dengan tidak nyaman di tempatnya. Hal tersebut membuat Gabriel menyadari raut tidak menyenangkan yang tampil di wajah Akbel.
“Akbel, kenapa?” Tanyanya lembut. Akbel memilih diam tak bersuara. Netra Gabriel terpusat pada sekumpulan pria di belakang Akbel yang kini menatap Akbel dengan pandangan lapar. Beberapa diantaranya tampak bersiur sambil mengeluarkan senyuman miring seolah menggoda.
Hal itu membuat Gabriel geram. Ia pun bergegas melepas leather jaketnya, menyisakan kaus putih polosnya lalu memasangkannya di tubuh Akbel. Akbel yang terkejut pun memilih untuk mengenakan jaket milik kekasih kakaknya itu.
“Mau pindah aja bel?” Akbel menggeleng pelan. Tatapan para pria tersebut tampak mencemooh kearah Gabriel. Lalu akhirnya berangsur menghilang. Akbel dapat bernafas lega setelahnya.
Tak lama berselang, makanan pesanan mereka tiba. Keduanya kembali makan dengan suasana yang hangat. Gabriel berusaha mencairkan suasana guna membuat Akbel kembali nyaman. Hal itu berhasil. Akbel seolah lupa dengan perasaan tak nyaman yang sebelumnya ia rasakan karena sekumpulan pria tersebut.
Setelah berbincang cukup lama dan menghabiskan makanan keduanya, Akbel dan Gabriel memutuskan untuk pulang dikarenakan waktu telah menunjukkan pukul enam sore. Sebelum pulang Gabriel tampak mengabari sang kekasih dan dibalas sang kekasih dengan ucapan hati-hati dijalan.
Saat di perjalanan menuju ke parkiran, keduanya kembali melontarkan candaan. Jika orang lain tak mengetahui status keduanya, pasti orang akan berfikir kalau Gabriel dan Akbel berpacaran dan sedang melakukan date di hari kamis malam.
Akbel dan Gabriel berjalan denga santai menuju tempat dimana mobil Gabriel diparkirkan.
“Wow ada si cewek sexy. Ketemu lagi kita.” Seorang pria tampak menginterupsi jalan Akbel dan Gabriel.
Akbel mengeratkan jaket Gabriel yang ia kenakan. Gabriel berjalan di depan Akbel, menghalangi pria-pria tersebut yang berusaha untuk menyentuh Akbel.
“Siapa sih lo? Belagu banget dari tadi. Si manis itu pasti suara desahannya indah banget. Keliatan dari wajah cantiknya.” Ucap salah satu pria tersebut.
Gabriel yang geram pun akhirnya membisikkan sesuatu pada Akbel.
“Bell, dengerin kak Gab ya? Sekarang Akbel ke mobil duluan. Ambil kuncinya di kantong belakang kakak. Mereka biar kakak yang urus.” Bisik Gabriel pelan. Akb menggeleng ribut, pertanda ia tidak setuju dengan perkataan Gabriel.
“Akbel nurut aja oke? Kakak bakal dateng secepetnya. Atau kamu ke sana pelan-pelan dan panggil satpam oke?”
Pasrah. Akhirnya Akbel menurut. Sepersekian detik setelah Gabriel melihat anggukan ragu dari adik kekasihnya itu, ia segera maju dan memberikan pukulan pada salah satu pria itu.
“Brengsek. Berani banget lu ngatain cewek kaya gitu?! Punya otak gak anjing! Mulut sampah.” Gabriel berkata dengan marah.
Gabriel melayangkan pukulan demi pukulan yang mengenao wajah dan perut pria di hadapannya. Pukulan-pukulan lainnya harus ia terima. Gabriel hanya sendirian, sementara pria dihadapannya ada tujuh orang. Dari porsi badan pun Gabriel tahu bahwa ia akan kalah.
Pukulan-pukulan itu mengenai perut, wajah, punggung, kaki, bahkan hingga kepala Gabriel. Gabriel tidak mau kalah, ia berusaha kembali berdiri dan melayangkan pukulan pada masing-masing pria dihadapannya.
Prit.. prit.. prit..
“Anjing ada satpam wok kabur kabur.” Teriak salah satunya. Mereka pun berlari dan memapah temannya yang lain yang terkena pukula serta tendangan Gabriel hingga kesulitan berjalan.
Akbel bergegas menghampiri tubuh ringkih Gabriel. Kepala Gabriel mengeluarkan darah, hal itu tentu membuat Akbel panik setengah mati.
“Kak Gab ayo kita ke rumah sakit ya?” Akbel berkata dengan panik. Satpam tersebut pun menghampiri Gabriel dan Akbel yang kemudian meminta maaf atas kejadian yang menimpa Gabriel. Gabriel hanya menganggukkan kepala pertanda ia tidak masalah.
“Akbel sekarang kakak anter pulang ya? Yuk.” Gabriel berjalan dengan sedikit tertatih menuju mobilnya.
“Kak Gab.. maafin aku ya.. gara gara bela aku, kak Gab kaya gini.” Ucap Akbel setelah keduanya memasuki mobil milik Gabriel.
Gabriel tersenyum lembut, ia menatap Akbel yang kini tengah terisak. Akbel sendiri pasti merasa tidak nyaman akan perilaku pria-pria tadi.
“Akbel gak salah. Udah, kak Gab gapapa. Kayal ginian doang. Kak Gab mah kuat kok.” Gabriel berkata dengan senyuman manis terukir di belah bibirnya. Hal itu membuat tangis Akbel mereda, namun tak membuat perasaan khawatir Akbel mereda.
“Ke rumah sakit ya kak? Akbel temenin. Atau Akbel bilang ya ke kak Sena biar dateng.” Akbel hendak mengambil ponselnya sebelum diambil alih oleh Gabriel.
“Gak apa apa, bell. Udah tenang aja kakak gapapa. Jangan bilang Rumi ya?” Akbel awalnya ingin menolak, namun akhirnya ia luluh setelah Gabriel melayangkan tatapan memohonnya.
Jika ingin berkata jujur, sesungguhnya kini kepala Gabriel berdenyut hebat. Gabriel rasanya tidak kuat menahan denyutan pada kepalanya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, berusaha tampak biasa saja agar Akbel tidak merasa bersalah ataupun menangis. Selama perjalanan pun Gabriel beberapa kali melontarkan candaan agar Akbel tidak khawatir padanya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 55 menit, akhirnya keduanya sampai di depan rumah Akbel. Akbel mengajak Gabriel turun, namun dihadiahi gelengan dengan dalih ingin bertemu teman. Padahal sejujurnya agar Akbel tidak melihat dirinya yang bahkan sudah tidak mampu untuk terduduk seperti sekarang. Rasanya Gabriel ingin langsung ambruk saja, tapi sebisa mungkin ia menahannya.
“Kak.. beneran gak mau masuk dulu? Ada bunda ayah udah balik. Biar diobatin lukanya dulu..” Akbel masih berusaha merayu Gabriel yang tentu saja tetap dihadiahi Gabriel dengan gelengan pelan. Gabriel tersenyum seolah berkata ia tidak apa-apa.
“Kakak gapapa kok. Udah sana turun, ini kakak udah ditunggu temen. Tenang aja oke.” Akbel akhirnya mengalah. Dengan langkah ragu ia keluar dari mobil milik kekasih kakaknya. Jaket leather itu masih menempel indah pada tubuh cantik Akbel.
“Dadah! Duluan ya. Salam buat ayah sama bunda.” Ucap Gabriel dengan senyum lembut. Lalu setelahnya Gabriel melajukan mobilnya keluar dari gerbang komplek tempat Arsena dan keluarganya tinggal. Gabriel masih berusaha untuk bisa sampai ke apartmentnya dengan selamat. Namun, ditengah jalan kepalanya semakin berdenyut hebat. Gabriel benar-benar tidak tahan lagi. Ia bergegas menepikan mobilnya dan mengirimkan pesan kepada Deo, sahabatnya.
Ditempat lain, Deo sedang asik berbaring di kasurnya sambil bermain salah satu games kesukaannya. Netranya membulay sempurna saat mendapat notifikasi dari Gabriel. Ia langsung menghentikan permainan game nya dan membuatnya menerima makian karena timnya kalah. Ia tak lagi mengindahkan hal tersebut dan memilih untuk bergegas keluar rumahnya menuju motor miliknya terparkir.
Bertepatan dengan Deo yang mengeluarkan motornya, Arsena tampak baru saja pulang dengan motornya. Arsena mengernyit melihat raut wajah panik yang ditunjukkan oleh Deo. Hati kecilnya mendorongnya untuk bertanya pada Deo. Entah bagaimana perasaannya dilanda panik sejak tadi.
“Deo? Lu mau kemana?” Tanya Arsena.
“Sen asli. Gue gatau gimana tiba-tiba Gabriel minta tolong gue dan dia ngirim location ini ke gue. Gak biasanya dia kaya gitu.” Mendengar nama pacarnya, Gabriel bergegas meraih paksa ponsel milik Deo. Menampilkan bubble chat Gabriel yang meminta tolong.
“Gua ikut.” Deo mengangguk dan membiarkan Arsena duduk di bangku penumpang. Deo melajukan motornya dengan kecepatan penuh.
Arsena terus berdoa semoga keadaan kekasihnya baik-baik saja. Walau perasaan Arsena berkata sebaliknya. Arsena dilanda perasaan panik luar biasa. Hingga netra keduanya bertemu pada salah satu mobil yang Arsena hafal benar kalau mobil itu adalah mob milik kekasihnya.
Arsena bergegas turun dari motor Deo dan membuka pintu mobil Gabriel. Beruntung pintu itu tidak terkunci. Begitu pintu mobil tersebut terbuka sempurna, Arsena disuguhkan penampakkan Gabriel yang jauh dari baik-baik saja. Darah mengering yang berada pada pelipisnya dengan tubuh yang dipenuhi ruam dan lebam serta mata yang tertutup.
“GAB!! GABB GALUCU. BANGUN.” Arsena meraih tubuh Gabriel dan menepuk nepuk pipi Gabriel pelan. Tidak ada pergerakan apapun dari tubuh Gabriel.
Melihat itu Deo bergegas menghampiri Arsena yang kini dilanda panik dan khawatir luar biasa.
“Lu angkat si Iyel terus taro di kursi belakang sama lu. Biar gua yang nyetir.” Arsena mengangguk lalu bergegas mengangkuy tubuh Gabriel dan membawanya ke kursi penumpang belakang.
Deo melajukan mob milik Gabriel dengan kecepatan penuh. Deo beberapa kali melihat kearah kaca spion dengan Arsena yang terus merengkuh tubuh Gabriel.
“He'll be fine, Sen. Don't worry.”
Meskipun Deo telah berkata demikian, tak membuat Arsena menjadi tenang. Pikirannya kacau melihat kondisi kekasihnya kini. Arsena bukanlah pria yang mudah menangis. Bahkan ia lupa kapan terakhir kali ia menangis. Tapi melihat kondisi kekasihnya, buliran kristal itu perlahan turun. Arsena benar-benar khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada kekasihnya.
“Gab bangun.. jangan gini bercandanya enggak lucu. Bangun ya? Kan gua bilang hati-hati.. kenapa lu kayak gini.” Deo yang melihat Arsena bersikap seperti itu untuk pertama kali pun tertegun. Namun fokusnya kembali beralih pada jalanan. Ia melajukan mob Gabriel lebih cepat.
Tak lama berselang, mobil Gabriel tiba di rumah sakit. Arsena bergegas turun dan sedikit berlari dengan Gabriel digendongannya. Akhirnya Gabriel dibawa oleh tenaga medis yang ada untuk diperiksa lebih lanjut.