Apologize
cw // kissing, 🔞.
“Mana makanannya?”
“Maafin dulu dong, baru dikasih.”
“Yaudah gausah.”
“Yakin?”
“Iya.”
Genta tidak habis akal untuk mendapat permintaan maaf dari sang kekasih. Ia kemudian memeluk Atlas dari belakang, kemudian ia menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Atlas. Dalam dekapannya— Atlas meronta. Sejujurnya ia sudah luluh sejak awal, hanya saja gengsinya terlalu tinggi. Ia tidak mau terlihat ‘mudah luluh’ dihadapan sang sahabat yang merangkap kekasihnya kini.
“Maaf dong.. ya ya ya?” Genta menunjukkan wajah semelas mungkin.
Atlas tak bergeming, merasa tidak diperhatikan, Genta mengecupi leher Atlas, kemudian ia menjilati leher jenjang kekasihnya, diakhiri berikan sedikit gigitan disana. Tak sampai disitu, Genta juga menjilati daun telinga sang kekasih, membubuhi kecupan di area sensitif kekasihnya itu.
“Ahhk.. Genta.. stop, please?”
“Gak mau, sebelum kamu maafin aku.”
Atlas sekuat tenaga menahan desahannya. Atlas itu sangat sensitif sekali, dan Genta tau itu. Atlas kini dibuat frustasi akan tingkah sang dominan.
“Sshh— Fine! Aku maafin, tapi stop please?”
Genta segera menghentikan aktivitasnya, kemudian tertawa kecil melihat wajah sang kekasih yang memerah.
“Muka kamu merah.”
“Diem atau aku usir?”
“Make me.”
Dengan satu kalimat itu, Atlas meraup habis bibir sang kekasih. Ciuman yang terkesan berantakan, namun Genta sangat menyukainya. Genta membiarkan Atlas menyaluan nafsunya dan mendominasi pangutan mereka. Kedua tangan Atlas melingkar di leher kekasihnya, menekan tengkuk sang terkasih untuk memperdalam lumatannya. Sedangkan kedua jemari besar milik Genta menangkup pipi gembil milik sang kekasih. Keduanya menikmati pangutan yang kian lama kian panas. Merasa bahwa Atlas sedikit kualahan, Genta dengan senang hati mengambil alih pangutan panas itu. Genta menggigit bibir bawah Atlas, meminta Atlas untuk memberinya akses. Atlas pun membuka celah bibirnya, membiarkan lidah Genta masuk, mengabsen barisan gigitnya yang rapih. Pangutan itu kian memanas— hingga saliva turun dari entah milik siapa, menuruni dagu hingga ke leher keduanya.
Setelah dirasa oksigen menipis, Atlas menjadi orang pertama yang memberikan isyarat pada Genta untuk melepaskan pengutannya. Atlas menepuk dada Genta perlahan. Keduanya secara perlahan menjauhkan bibir masing-masing, lalu meraup oksigen dengan rakus.
Netra legam milik Genta bersibobrok dengan netra hazel milik Atlas. Netra legam itu menatap sang kekasih yang kini tampak berantakan, wajah kekasihnya yang memerah, disertai bibirnya yang membengkak. Jangan lupakan bekas saliva yang tersisa di dagu hingga bibirnya. Genta terkekeh kecil— lalu ia mengusap bibir ranum itu, mengecupnya sekali, dan menghapus bekas saliva yang turun hingga leher Atlas.
“Cantik, selalu cantik.”
“Gausah gombal.”
“Kan katanya udah dimaafin loh, masa ngambek lagi?”
“Dibilang diem!”
“Haha iya iya. Mau makan happy meal nya dulu enggak? Yuk?”
Atlas mengangguk kecil, setelahnya Genta mengangkat tubuh yang lebih kecil darinya itu dan membawanya ke dapur. Refleks Atlas melingkarkan tangannya di leher sang kekasih.
“Nih dimakan. Apa mau disuapin?”
“Suapin.”
“Yang kayak gini bilangnya engga suka? Eh emang ga suka sih— tapi sayang kan? Apa cinta?”
“Bisa jangan bahas lagi gak?” Atlas mengerucutkan bibirnya sebal.
“Hahahahha iya iya maaf ya cantik ya.”
Ini bukan pertama kali Genta memujinya, namun efeknya tetap sama. Rasanya seperti jutaan kupu-kupu menggelitik perutnya.
“Ta..”
“Hm?”
“I love you.”
“I know.”
“KOK BALESNYA GITU DOANG?!”
Genta mendengus geli, “Becanda sayang. I love you more, little one.”