Bandung Sore Itu

Bandung terima kasih, sore ini kau telah bersahabat dengan sepasang adam dibawah langit Bandung, mereka menutup hari dengan sebait senyuman disana.

04.25 PM

Entah sudah berapa lama Gama masih setia menunggu pujaan hatinya sore itu. Semilir angin pada langit sore kala itu menemani Gama beserta pikiran-pikiran yang bersarang di kepalanya. Sebuah senyuman simpul terpantri di bibirnya mengingat kedekatan yang ia jalin bersama Jehan beberapa waktu kebelakang. Gama tidak tahu apa yang Jehan rasakan, sedari awal dia tidak pernah berekspektasi apapun ketika berusaha mendekati Jehan. Gama hanya ingin senyuman manis seperti malaikat itu dapat terus terpancar dari belah bibir Jehan. Gama tidak akan membiarkan setetes air mata kesedihan keluar dari mata indah penuh kehangatan itu.

“WOI!” Gama tampak terperanjat, jantungnya bertalu begitu cepat bagaikan sehabis lari marathon jakarta-bandung.

“Anjing, kanget.” Gama tampak mengusap dadanya naik turun. Dirinya benar-benar terkejut melihat daksa Jehan secara tiba-tiba berada dihadapannya.

“Lagian ngelamun. Mikirin apaan deh lo? Serius amat.” Alis Jehan berkerut, bertanda ia tengah bingung sekarang. Sialnya ekspresi kebingungan Jehan terlihat begitu menggemaskan di penglihatan Gama. Sekuat tenaga Gama mengendalikan dirinya agar tidak melakukan tindakan konyol yang sedang menari-nari dipikirannya.

Mencubit serta mencium seluruh wajah Jehan misalnya.

Tentu, Gama tidak akan melakukannya. Berada dekat dengan Jehan saja sudah lebih dari cukup. Tidak apa-apa seperti ini juga, Gama sudah bahagia.

“Jangan kepo dah lu kaya wartawan aja.” Jehan mendengus kesal, ia memutar matanya malas. Gama hanya terkekeh melihat tingkah menggemaskan pujaan hatinya.

“Udah yuk langsung aja? Tar baliknya jadi kemaleman lagi.” Gama mengambil helm dari motornya dan segera memakaikannya pada kepala Jehan.

klik!

“Nah udah aman deh.” Gama tampak menepuk helm yang tengah dikenakan Jehan sebanyak dua kali.

“Gausah di tepuk juga dong anjing.” Gama tergelak mendengar perkataan Jehan. Ia pun segera menaiki motornya disusul Jehan setelahnya.

Gama melajukan motornya keluar dari pekarangan sekolah dengam kecepatan sedang. Langit keorangean menyambut keduanya, Bandung hari ini tampak begitu bersahabat. Gama tersenyum kecil, ia berharap suatu saat Bandung dapat berteman dengannya, menerimanya yang berbeda dengan orang lain. Bandung, berbaik hatilah dengan Gama, ya?

TCKIT

“ANJING GAMA.” Gama tiba-tiba rem mendadak, spontan Jehan melingkarkan lengannya di perut Gama agar tidak terjatuh. Jantung Gama bertalu lebih cepat. Gama kembali disadarkan ketika Jehan menarik tangannya dari perutnya, belum sempat Jehan menarik sepenuhnya Gama kembali menarik pergelangan tangan Jehan dan melingkarkannya kembali di perutnya.

“Nanti jatuh, pegangan aja. Takut lu terbang soalnya.” Perkataan Gama dibalas oleh cubitan pelan di perut Gama. Gama hanya tertawa renyah, meski tampak protes Jehan tidak mengelak. Ia justru mengeratkan pelukannya dan menaruh kepalanya di pundak Gama.

Jika boleh meminta pada semesta, Gama ingin menghentikan waktu sekarang. Ribuan kupu-kupu seperti bersarang di perutnya, menciptakan sensasi menggelitik disana.

“Mcd dulu kan? Happy meal kaya biasa?” Gama sedikit berteriak agar Jehan dapat mendengarnya.

Jehan mengangguk antusias, Gama dapat melihatnya melalui kaca spion CBR-250r miliknya. Gama pun menaikkan sedikit kecepatannya agar segera sampai di tempat tujuan.