Bising.
tw // alcohol, drunk
Suara bising memekakan telinga menjadi penghantar Ayden menuju ketidaksadarannya. Kini ia telah meneguk botol vodka keduanya, dengan masing-masing berkonsentrasi 60%. Cairan membakar tenggorokan itu terus Ayden minum hingga ia merasakan kesadarannya diambang batas. Kepalanya berdenyut sakit, untaian pertengkaran kedua orangtuanya kembali terngiang di kepalanya. Lagi, ia meneguk kembali botol vodka ketiga nya. Hal itu tak luput dari penglihatan Eileen dan Deeren.
“Stop, anjing. Lu udah minum botol ke tiga bangsat. Mau mati gak gini caranya!!” Deeren merampas paksa botol vodka yang hendak diminum oleh Ayden. Ayden menatap Deeren nyalang, amarah tampak terpantri dengan jelas di wajahnya.
“Gausah atur gua.” Lagi, Ayden merebut botol vodka tersebut dan meneguknya kembali dengan kasar. Deeren memijat pelipisnya, ia menghembuskan nafasnya kasar dan memilih diam. Ayden yang seperti ini tidak akan mau diberi tahu, tidak akan ada yang dapat menghentikannya.
Ingatkan Ayden bahwa ia belum mengisi perutnya sama sekali seharian penuh. Botol ketiga berganti menjadi botol keempat, hingga pada botol kelima, Ayden berhenti. Kesadarannya hilang total. Ia ambruk begitu saja. Deeren, serta Eileen menatap nanar sahabatnya. Arziel telah pergi berbaur dengan lautan manusia itu, entah apa yang tengah ia lakukan bersama sekumpulan wanita dan pria di bawah lantai dansa itu. Dengan segera Deeren membopong tubuh Ayden dibantu Eileen.
“Anjing ay, lo makan apa aja sih bangsat. Berat banget, setan.” Keluh Eileen.
“Ren, ini kita bawa Ayden ke rumahnya apa gimana? This is already 4 fucking AM.” Eileen bertanya pada Dareen. Yang ditanya pun merasa kebingungan, ia terdiam sebentar sebelum menyalakan mesin mobilnya membelah jalanan ibu kota yang tampak lengang tanpa membalas ucapan pacarnya, Eileen.
“Apartemen.” Lirih Ayden. Hal itu tak luput dari pendengaran Eileen dan Dareen. Keduanya bertukar pandang, sebelum Dareen mengarahkan mobilnya menuju apartemen milik sahabatnya itu.
Suasana mobil hening. Eileen tampak sibuk dengan pikirannya, pun Dareen dengan jalanan di hadapannya. Tidak ada yang memulai pembicaraan, bahkan hingga keduanya sampai di apartemen kediaman sahabatnya itu.