Fisika

Gama dan Jehan telah sampai di pekarangan rumah milik Gama, motor CBR-250r tersebut telah terparkir sempurna di garasi milik Gama. Rumah bergaya minimalis menjadi hal yang pertama Jehan lihat. Rumah yang cukup besar namun sepi dan kosong, hanya ada beberapa maid yang tampak sedang bekerja disana.

“Yuk?” Gama menggenggam jemari Jehan, Jehan tidak berusaha menepis, justru ia mengikuti langkah kaki Gama dibelakangnya.

Jehan memasuki rumah minimalis itu, tidak ada satupun foto keluarga yang terpampang. Benar-benar sepi dan kosong. Hanya ada beberapa furnitur selayaknya rumah pada umumnya.

Hal ini membuat Jehan sedikit bertanya-tanya. Rumah itu memang besar, luas, serta nyaman. Tetapi entah mengapa, rumah itu begitu kosong dan seperti tidak bersahabat.

Apa Gama selama ini kesepian? Apa yang selama ini Gama rasakan? Sederetan pertanyaan tampak singgah di benak Gama.

Langkah keduanya terhenti di sebuah ruangan yang Jehan yakini sebagai ruang tamu. Jehan mendudukkan pantatnya di atas karpet bulu berwarna coklat beige disana. Daksa Gama tampak ikut mendudukkan pantatnya tepat di sebelah Jehan. Pikiran Jehan masih tetap sama, menerawang jauh dan menelisik setiap sudut ruangan di rumah Gama. Gama tampak sibuk mengambil buku-buku fisika miliknya, sedari tadi Gama tampak berceloteh riang namun Jehan seperti tidak merespon ucapannya.

“Jadi, lo mau nanyain yang mana?” Jehan sendiri sampai melupakan akan tujuannya ke rumah bergaya minimalis ini. Gama yang menyadari bahwa Jehan sedang tidak fokus pun menjentikkan jemarinya agar Jehan kembali fokus.

Dan, berhasil.

“Eh, sorry-sorry. Tadi lo nanya apa?” Jehan menatap Gama tak enak hati, Gama hanya mendengus kesal, lebih tepatnya berpura-pura marah.

“Gamaa jangan marah dong, gue lagi ngelamun tadi. Kalo marah nanti lo tambah jelek.” Entah mengapa Jehan menunjukkan sisinya yang satu ini, kini ia menatap Gama dengan tatapan memohon. Jehan sedikit mengerucutkan bibirnya.

Jehan sedang merajuk.

Gama terdiam, jantungnya kembali berdetak lima kali lebih cepat dari biasanya. Gama tahu betul Jehan seperti apa, lelaki kelahiran Jogja itu merupakan lelaki yang memiliki gengsi yang sangat tinggi. Pun, ia sedikit galak di mata banyak orang.

Dan kini, Jehan-nya sedang menatapnya dengan tatapan memohon. Tolong sadarkan Gama agar segera kembali ke kenyataan, ya. Gama rasa sekarang ia telah terbang hingga ke langit ke tujuh.

Tolong beritahu semesta untuk sedikit berbaik hati kepada Gama.

Gama tersenyum simpul, “jadi, mana yang lo gak ngerti, Jehandra Baskara.” Gama menatap Jehan intens. Yang ditatap seperti itu pun tampak salah tingkah. Ia segera mengambil beberapa lembar kertas dari ranselnya dan menyerahkannya kepada Gama.

“Oh materi Medan Megnet ya? Masih bingung dimananya tuh?” Gama tampak melihat kertas yang telah Jehan kerjakan. Jehan pun menjelaskan kesulitannya, ia benar-benar bertanya tentang apa yang ada dipikirannya sejak di perpustakaan tadi.

Gama mengangguk mengerti. Ia mengambil kertas kosong yang sebelumnya telah ia persiapkan. Ia pun menjelaskan setiap pertanyaan yang Jehan lontarkan. Jemarinya dengan lihai menulis rumus demi rumus tanpa melihat ke arah buku. Menjelaskannya dengan cara yang mudah dipahami dan juga menggunakan cara yang lebih simple. Jehan sendiri tampak terpana melihat kelihaian Gama dalam fisika. Jemarinya yang menggores rumus demi rumus di selembar kertas putih, rahangnya yang mengeras menandakan ia sedang serius sekarang. Jangan lupakan sorot mata tajam yang sukses membuat Jehan terpana.

“Gimana, paham engga?” Jehan mengangguk antusias. Dirinya sekarang benar-benar paham.

Gama tersenyum kecil, ia mengacak rambut Jehan. Jehan yang mendapat perlakuan tersebut tampak mematung sesaat, sebelum akhirnya Jehan melayangkan protes dan memukul lengan Gama kencang. Yang dipukul tampak mengaduh kesakitan sambil mengusap lengannya.

“Aw! Anjing, Je. Sakit tau.” Gama tampak memprotes pukulan Jehan karena sungguh, pukulannya cukup sakit. Jehan bersikap acuh dan tidak memperdulikannya, hal itu membuat Gama terkekeh. Karena mimik wajah Jehan ketika sedang kesal sungguh sangat menggemaskan.

Gama tidak tahu saja, perlakuan Gama barusan berhasil membuat jantung Jehan memompa lebih cepat. Jehan sendiri berharap, semoga Gama tidak mendengar deruan Jantungnya yang berisik kini.