Jatuh
︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎Aku telah jatuh hati pada sesosok wanita yang luar biasa hebatnya. Parasnya elok, cantik dan rupawan. Bibirnya selalu menyuarakan kalimat-kalimat positif. Dia tidak suka sepi, dia suka ramai. Dia ceria sekali, cantik, selalu cantik. Dia hebat sekali. Kalau aku disuruh untuk definisikan dia dalam satu kata, rasanya tidak sanggup. Tidak ada satu katapun yang mampu mendefinisikan indahnya sosok gadis manis dengan sejuta pesona ini. Aku menyayanginya, sangat.
︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎Namun dia punya takut. Takut yang tidak terbendung. Aku sial berikan dia rumah paling nyaman dengan segala fasilitas yang memadai. Aku sanggup berikan dia cinta yang selama ini belum pernah ia dapat. Aku siap berikan segala kepunyaanku untuk membuat senyum itu merekah sempurna disana. Namun ia tolak aku, takutnya lebih besar. Sayang dan takutnya saling mendesak pikirannya. Ia sedih, dan menyalahkan dirinya. Ia takut, takut akan sesuatu yang belum tentu atau bahkan tidak akan terjadi. Ia takut berikan luka, karena ia tahu disakiti itu menyakitkan. Lukanya masih basah, tidak pernah diobati, mungkin tidak akan pernah sembuh.
︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎Tapi hey gadis manis, dengarkan aku untuk kali ini. Lukamu, biar aku coba tutupi. Kita tidak perlu menjalin satu komitmen. Kita hanya perlu habiskan waktu seperti yang dahulu. Aku akan tunjukkan pada kamu bahwa kamu lebih dari layak untuk dicintai.
︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎Sakitmu, biar bagi padaku, ya? Cantik, parasmu terlalu indah dan cantik untuk dilukai sebegini hebatnya. Tolong biarkan aku membuktikan diri, biarkan aku masuk. Aku tidak akan pergi. Berikan aku kesempatan untuk membagi setial peluk dan cinta di setiap detik hidupmu, hingga akhir cerita kita usai. Izinkan aku untuk mengukir asa bersama senyum elokmu yang menyertai.
︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎︎ ︎Talita Arabella Adinatha, izinkan aku untuk jadi rumahmu, tempatmu untuk pulang. You deserve me and i deserve you too. Ayo ukir kisah bahagia yang tidak berujung. Aku mencintaimu selalu. Tolong jangan pernah lupakan itu.
Regards, Kallen Clementine.