Maaf
tw // fight
Jeno menggertakkan rahangnya sesaat setelah dirinya mendapat pesan dari ibunda Jaemin. Tatapan Jeno penuh akan kilatan amarah, ia menatap nyalang Mark yang kini tengah tertawa bersama Hendery dan Lucas di hadapannya. Ia meremat jemarinya kuat, kilatan emosi itu terpancar kuat di bola matanya.
“Dimana Jaemin?” Jeno berucap dengan dingin. Sontak hal itu membuat tawa Mark, Hendery, dan Lucas mereda saat itu juga.
“Jen apaan deh.. kan Mark sama kita. Mana tau dia? Sabar dulu sab—.” Hendery berusaha mencairkan suasana.
“Gue nanya ke lo Mark sekali lagi. Dimana Jaemin?” Lucas akhirnya menahan Hendery yang tengah berusaha menengahi keduanya.
Mark tersenyum sarkastik, ia mengambil rokok Marlboro miliknya, mengambil korek api dan membakar nikotin itu. Ia menatap Jeno remeh, seolah tak melakukan suatu kesalahan fatal.
“Yaelah, dia cowok bisa balik sendiri kali.” Mark menghisap nikotin itu lalu menghembuskannya ke depannya.
“Maksud lo?”
Mark tersenyum kecil, ia membalas. “Dia ribet banget, Jen. Jadi gue tinggal dia tadi.”
“MARK?!” Kali ini Hendery menatap sahabatnya dengan wajah terkejut.
Mark menggendikkan bahunya acuh, “habis ribet banget. Masa gue ajak ke pantai doang kayak gue bawa dia ke tepi jurang. Lebay banget, lemah jadi cowok.”
Mendengar kata “pantai” Jeno beranjak dari duduknya.
“PANTAI LU BILANG?!” Jeno berteriak dengan nyalang. Ia menarik kerah Mark keatas. Hal itu sontak menjadi tontonan cafe yang terbilang cukup ramai malam itu.
“Lu gak budeg kan? Bisa denger gue bilang apa barusan? Perlu gua ulang sekali lagi?”
Tanpa pikir panjang Jeno segera melayangkan pukulannya tepat mengenai rahang pemudi berdarah Canada itu.
BUGH
“BRENGSEK! LU TAU GAK DIA ADA TRAUMA PANTAI ANJING LO. BAJINGAN.”
BUGH BUGH BUGH
Pukulan bertubi-tubi Jeno layangkan. Mark tidak sempat melayangkan pukulan balasan, sudut bibirnya telah mengeluarkan darah, kepalanya pusing luar biasa.
“JEN! TAHAN EMOSI LU BANGSAT!” Kali ini Lucas berusaha menengahi keduany. Jeno segera menghempaskan tubuh Mark dengan kasar. Ia mengambil kunci motornya lalu berlari menyusuri cafe menuju pintu keluar. Sepanjang jalan berbagai pasang mata menatapnya dengan berbagai pandangan, namun Jeno tidak perduli. Yang ada di pikirannya kini hanya satu, Jaeminnya semoga tidak apa-apa.
Jeno melajukan laju motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Matanya memanas, perasaan bersalah itu menghiasi relung hatinya. Batinnya berkecamuk ribut, sungguh ia sangat khawatir.
“Nana kumohon bertahan sebentar. Maafkan aku.”
Jaemin masih berada di tempat yang sama. Ia memeluk erat lututnya. Langit telah berubah warna menjadi gelap. Tubuh Jaemin melemas, ia telah kehilangan seluruh tenaganya melawan rasa takut yang mendera jiwanya. Kepalanya terasa berat, pandangannya mulai mengabur. Ia menengadahkan kepalanya sesaat setelah merasakan seseorang membawanya ke dalam rengkuhan hangatnya. Jaemin tahu itu siapa.
“Nana, hey.. maaf baru datang. You're save now. You have me. It's okay it's okay.” Jaemin tersenyum, ia mengeratkan pelukannya pada pinggang milik seseorang di hadapannya.
“Nono, terima kasih.”
Jaemin tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Yang ia tahu pandangannya berubah menjadi gelap, sesaat setelah sahabatnya, Jeno kembali menolongnya.