Mr. Possessive
Atlas menuruni satu persatu anak tangga dengan nafas yang memburu. Jantungnya berdegub kencang, sampai rasanya jantung Atlas ingin melompat dari tempatnya. Atlas langkahkan tungkainya menuju ke ruang tamu. Atmosphere di ruang tamu begitu kelam, dengan Genta yang melipat tangan di depan dada dan Rey yang tampak acuh tak acuh.
Atlas menautkan alisnya, Ia masih belum melangkahkan tungkainya ke arah kedua anak adam itu. Atlas masih berusaha memproses situasi.
“Jadi kalian mau pergi kemana? Sampe jam berapa? Siapa aja? Pulang jam berapa?”
Rey berdecih, ia balik menatap Genta nyalang, “Bukan urusan lu.”
Atlas menautkan alisnya, tak suka dengan penuturan Rey terhadap Genta.
“Apapun soal Atlas itu jadi urusan gua.”
“Lu siapanya sih? Keluarga dia juga bukan, sok banget ngatur dia. Sadar diri men. Gua tau nih, pasti lu salah satu dari mereka yang deketin si Atlas itu kan? Emang bodynya walau kurus gitu tapi bagus banget sih, ramping. Pas banget gak sih dipelukan.”
Genta tak kuasa menahan emosinya, Genta segera layangkan satu pukulan pada wajah rupawan milik Rey.
BUGH!
“JAGA UCAPAN LO BAJINGAN.”
Atlas mematung di tempat. Atlas tak pernah menduga bahwa pandangan orang lain terhadapnya akan seperti itu. Sekarang Atlas mengerti— kenapa Genta se possessive itu terhadapnya. Nyatanya beberapa manusia memang sifatnya lebih rendah dari binatang.
Ketika Genta hendam kembali melayangkan pukulan, Atlas bergegas menahannya. Atlas peluk tubuh Genta dari belakang. Genta yang semula dipenuhi kabut emosi, kini melunak seketika.
“Atlas? Sejak kapan lo disitu?”
Atlas menggeleng cepat, “Keluar,” Atlas berkata dengan ketus tepat kearah Rey.
“Loh, kan kita mau pergi berdua. Yuk, udah malem jug—“
“GUA BILANG KELUAR. NGERTI BAHASA INDONESIA GAK?!”
Rey terkesiap, dia merasa marah dan terinjak. Rey melangkah cepat, meraih pergelangan tangan Atlas dan merematnya kuat.
“Sakit.. Rey lepas!”
Genta segera melayangkan kembali pukulannya hingga Rey limbung. Dengan sigap Genta segera membawa Atlas ke belakang punggungnya, melindungi Atlas dari sosok predator seperti Rey.
Rey bangkit lalu segera berdiri. Ia menatap Atlas dan Genta bergantian. Tatapannya begitu tajam.
“Ck. Liat aja lu.” Rey bergegas keluar dan pergi meninggalkan pekarangan rumah Atlas.
Genta segera berbalik, netranta bertemu dengan netra hazel milik Atlas.
“You okay?”
Atlas mengangguk, “Thank you.”
Genta tersenyum membentuk bulan sabit. Ia arahnya jemarinya untuk menyisir surai hitam Atlas, “Sekarang ngerti kan kenapa gua protective sama lu?” Atlas mengangguk.
“Gua izinin lo sama siapa aja, Atlas. Asalnya orang itu ngadep gua dulu. Gua mau liat sifatnya gimana, sebelum ngizinin dia buat bisa berhubungan sama lo. Gua cuman mau yang terbaik buat lo. Itu aja.”
Atlas mengangguk lagi, “Maaf..,” cicitnya.
“No worries. Yang penting sekarang lu baik-baik aja.”
“Makasih ya, Ta…”
“Sama-sama.”