Sick

Bryan membuka pintu apartemen milik kekasihnya dengan hati-hati. Apartemen yang ditinggali oleh Ayden cukup luas, dengan satu kamar utama dan satu kamar tamu. Bryan mengedarkan pandangannya ke penjuru apartemen milik kekasihnya, dengan langkah pasti ia melangkahkan tungkainya pada kamar utama di apartemen ini.

Ia membuka kamar milik kekasihnya dengan perlahan. Begitu pintu tersebut terbuka sempurna, netranya menangkap seseorang yang tengah meringkuk sambil memegang perutnya. Suara rintihan tertahan terdengar keluar dari belah bibirnya. Tanpa pikir panjang, Bryan segera melangkahkan tungkainya ke kasur tempat kekasihnya berbaring. Ia dudukkan bokongnya pada ujung kasur milik sang kekasih, ia usap perlahan pundak kekasihnya.

“Hey... perutnya sakit ya?” Mendapat usapan lembut pada pundaknya, Ayden membalikkan badannya. Netra keduanya bertemu. Ayden tampak menahan perihnya, matanya berkaca-kaca dengan sudut mata yang mengeluarkan air. Bibirnya pucat pasi. Bryan benar-benar panik melihat kondisi kekasihnya kini.

“Astaga Ay... kamu kenapa sampai kayak gini?” Baru saja Ayden ingin menyahuti kekasihnya, ia harus kembali merasakan hantaman pada perutnya.

Peluh tampak membasahi wajahnya dengan rintihan yang terus keluar dari belah bibirnya. Melihat kondisi kekasihnya, Bryan segera membawa Ayden ke dalam gendongannya dan bergegas membawanya ke rumah sakit.

“Sa...kit... Bri... gakuat...” Isak tangis Ayden mulai terdengar. Bryan dibuat semakin panik setelah tidak dirasakan kembali pergerakan pada tubuh Ayden, Ayden menutup matanya dengan sempurna.

“Ay... ay... bangun!!!” Bryan menggoyangkan tubuh kekasihnya pelan, namun Ayden tidak meresponnya sama sekali. Bryan benar-benar dilanda panik.

Bryan tampak tidak sabaran menunggu lift terbuka. Lift pertama, penuh. Bryan harus kembali menghembuskan nafas gusar saat tak menemukan tempat untuk keduanya. Lalu lift kedua tidak kunjung datang. Karena Bryan tidak tahan, ia bergegas menuju pintu darurat, menuruni setiap anak tangga dengan tergesa-gesa.

“Sayang, tahan ya? Tahan sebentar.”


“Wali dari saudara Ayden?” Seorang dokter tampak bertanya seusai dokter tersebut memeriksa kondisi Ayden, kekasihnya.

“Iya dok, saya pacarnya.” Dokter tersebut tampak menghembuskan nafasnya pelan.

“Perutnya tidak terisi sama sekali, lalu mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar. Kini pasien harus bedrest selama kurang lebih 3 hari di rumah sakit. Pasien juga harus menjalani sejumlah pemeriksaan untuk memeriksa kondisi luka pada lambungnya.” Ucap sang dokter. Bryan mengangguk mengerti sebelum izin untuk menjenguk kekasihnya.

Bryan melangkahkan tungkainya pada bangsal milik kekasihnya. Disana kekasihnya terbaring dengan infus di jemarinya. Wajahnya pucat pasi, tak menghilangkan parasnya yang cantik. Bryan mendudukkan pantatnya pada salah satu kursi di dekat bangsal sang kekasih. Digenggamnya jemari ringkih itu dengan lembut, lalu diusapnya perlahan.

What happened... gak biasanya kamu sampai kayak gini. Did something borthering you? I'm here, always.” Bryan mengarahkan jemarinya pada rambut Ayden, diusapnya surai hitam milik sang kekasih. Bryan membenarkan poni kekasihnya yang menutupi wajah cantik milik sang kekasih.

Perlahan kedua mata Ayden terbuka. Netranya mengendar menatap sekitar.

Hey sweetheart.. ada yang sakit?” Bryan tampak bertanya dengan lembut, Ayden menggeleng lemah sebagai jawaban.

“Kamu kenapa sayang. Did something happened to you?” Ayden terdiam, ia membuang muka, menghindari tatapan teduh sang kekasih. Bryan menarik dagu kekasihnya, agar sang kekasih menatap matanya.

“Hey.. gapapa kalau belum mau cerita. I'm here always don't worry.

“Mau.. peluk..” Bryan pun mengerti, ia segera membaringkan tubuhnya di sebelah sang kekasih. Ayden menenggelamkan wajahnya pada dada Bryan.

“Mereka berantem lagi, Bri. Aku cuman.. capek. Berisik banget. Mereka juga bilang nyesel lahirin dan besarin aku. Mereka berantem berdua, kenapa aku dibawa-bawa.. kenapa.. mereka mending cerai aja daripada kayak gini.” Hancur sudah pertahanan yang Ayden bangun sekuat mungkin. Bryan yang memberikan usapan-usapan pelan pada kepala Ayden.

“Sssstt.. iya ngerti sayang, gausah dilanjut ya? You have me now. Sekarang gak ada yang bakal nyakitin kamu. I'll protect you from everything.

Ayden mengangguk lemah, belah bibirnya terus mengeluarkan isakan-isakan kecil. Dengan telaten jemari Bryan mendaratkan usapan-usapan lembut pada kepala hingga tengkuk sang kekasih. Bibir tipis Bryan membisikkan kalimat-kalimat penenang pada telinga sang kekasih. Perlahan suara isakan kecil Ayden berubah menjadi tangisan pilu yang menyesakkan. Bryan tidak menyuruhnya berhenti menangis, ia terus memberikan usapan-usapan pada punggung sang kekasih, ia mengeratkan pelukannya pada pinggang sang kekasih. Bryan mengecup kepala Ayden berkali-kali.

“Bri.... aku capek. Kalau emang aku enggak diinginkan sejak dulu, kenapa aku harus dilahirin? Kenapa—.”

“Sssttt.. sayang, stop it okay? Gausah dilanjut. Ada aku disini, kalau ada apa-apa ada aku. I'll always here by your side okay? Kesayangan Bryan hebat. Don't give up ya?” Bryan mengeratkan pelukannya.

Dalam relung hati terdalamnya sejujurnya Bryan panik. Ia sangat takut kehilangan kekasihnya ini. Namun, ia berusaha setenang mungkin. Ia berusaha menguatkan kekasihnya. Memberi tahunya bahwa jika dunia jahat kepadanya, akan selalu ada dia disisinya.

Ayden kembali terisak, diangkatnya jemarinya, dikepalnya sekuat tenaga, berakhir dengan Ayden memukul kepalanya dengan brutal. Melihat pergerakan Ayden, Bryan dilanda panik luar biasa. Jemari Ayden bergetar hebat. Ayden jauh dari kata baik-baik saja.

“Hey hey.. jangan dipukul kepalanya. Hey, sayang.” Bryan menarik paksa pergelangan tangan kekasihnya, dibawanya kepala sang kekasih ke dalam pelukannya. Bryan memberikan kecupan kecupan pada setiap inchi wajah kekasihnya.

“Aku disini, aku disini. Jangan sakitin diri kamu lagi ya? Aku disini, sama kamu.” Perlahan kepalan tangan Ayden mengendur, Ayden kembali terisak pilu. Ia eratkan pelukannya pada pinggang sang kekasih.

“Sayang... sedih banget sih nangisnya. Sssttt... I'm here ya, aku gak kemana mana. Kamu aman sama aku.” Lagi, jemari Ayden bergerak teratur pada surai hitam kekasihnya.

Ayden menyamankan posisinya pada dada kekasihnya, ia memejamkan matanya merasakan setiap usapan pada surainya hingga Bryan merasakan nafas teratur pada Ayden pertanda kekasihnya telah terlelap.

“Sleep well sayang. You did a really good job. Don't hurt yourself again.” Sekali lagi, Bryan mengecup puncak kepala kekasihnya sebelum menyusul kekasihnya ke alam mimpi.


K.