Sore itu.

Jaemin berlari dengan sedikit tergesa-gesa sesaat setelah dirinya mendapat notifikasi pesan bahwa sang pujaan hati telah menunggunya di depan rumah. Ia mengunci rumahnya dengan tergesa, lalu bergegas menghampiri Mark—sang pujaan hati yang telah menunggunya diatas motor sport miliknya.

“Hai.” Sapanya dengan senyum mengembang di wajahnya. Seulas senyum terbit di belah bibir Jaemin. Ia pun membalas sapaan lawan bicaranya.

“Hai?”

“Nih, pake dulu.” Mark menyerahkan sebuah helm bogo berwarna biru langit ke hadapan Jaemin. Jaemin menerimanya dengan senang hati, masih dengan senyuman yang tak luntur dari paras eloknya.

Klik. Jaemin telah selesai memakai helmnya. Ia bergegas menaiki motor sport milik Mark. Sesaat setelah Jaemin berhasil mencari posisi yang nyaman di atas motor sport milik Mark, ia merasakan jemari Mark menarik pelan pergelangan tangannya. Ia melingkarkan jemari lentik milik Jaemin di perut Mark. Jaemin merasa seperti ribuan kupu-kupu bersarang di perutnya.

“Safety first.”

Mark melajukan motornya membelah jalanan Jakarta. Langit yang cerah sangat seolah mendukung dua insan yang tengah merajut rasa di atas sebuah motor sport keluaran terbaru.

Mark melajukan motornya dengan kecepatan normal. Sesekali Mark melakukan teknik mengerem mendadak, sedikit menjahili Jaemin. Jaemin tak sekali dua kali melayangkan protes. Ia mencubit pelan perut bidang Mark yang dihadiahi tawa keduanya.

“Kita mau kemana?”

Suara Jaemin beradu dengan kencangnya angin sepanjang perjalanan.

“Hah?”

“KITA MAU KEMANA, MARK?”

“Oh, mau ke tempat bagus. Lo pasti suka.”

Jaemin hanya mengangguk patuh. Ia tak lagi bertanya dan memilih menikmati macetnya jalanan ibukota di bawah langit cerah Jakarta.